Budaya Nusa Tenggara Timur
Nama Kelompok :
Achmad Nur Sidik
Anes Eka Widya Pertiwi
Putri Andriyani
Siti Julaeha
Siti Ahdiyati N
Sya Rachmawati
Yoga Penta Gressia
Kelas : 3PA04
Seni Kebudayaan Tradisional Daerah NTT
Indonesia sangat kaya akan seni dan budaya. Kalau sebelumnya pernah di tulis tentang budaya Indonesia dari propinsi lain yang ada di Indonesia, Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari beberapa pulau seperti pulau Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan Palue memiliki kebudayaan yang unik. Ibukota dari Nusa Tenggara Timur adalah di Kupang, Timor Barat. Nusa Tenggara Timur memiliki kekayaan serta keanekaragaman seni budaya. Latar belakang dari kebudayaan masyarakat yang ada di NTT hampir sebagian besar sudah terbiasa dengan yang namanya menari atau melantunkan lagu-lagu pada saat melaksanakan upacara adat.
Nusa tenggara timur sebuah daerah yang memilki tradisi budaya yang eksotik dimana adat istiadatnya masih kental dan di junjung tinggi oleh warganya. Daerahnya yang terdapat sabana dan kering memiliki tradisi yang unik. Banyak masyarakatnya yang memelihara kuda. karena daerah ini banyak sabana atau padang rumput. Budaya nusa tenggara timur ada sebagian telah di pengaruhi oleh bangsa portugis yang dahulu pernah menjajah disana. Masyarakatnyapun ada yang percampuran dengan portugis.
Bukan hanya budayanya yang eksotis tapi kekayaan alamnya juga sangat bagus mulai dari panatainya yang masih asri belum tercemar juga terumbu karangnya jangan lupa juga danau tiga warna yaitu danau kelimutu yang hanya ada satu di dunia. Pulau komodapun juga menawarkan ke indahan tersendiri dengan binatang komodanya yaitu kadal raksasa yang hanya ada satu di dunia juga terumbu karang di sekitar pulau komoda sungguh sangat indah dan sayang kalau dilewatkan berikut beberpa foto budaya dan keindahan alam nusa tenggara timur
Geologi Nusa Tenggara Timur
Provinsi ini terdiri dari kurang lebih 550 pulau, tiga pulau utama di Nusa Tenggara Timur adalah Flores, Sumba dan Timor Barat. Provinsi ini menempati bagian barat pulau Timor. Sementara bagian timur pulau tersebut adalah bekas provinsi Indonesia yang ke-27, yaitu Timor Timur yang merdeka menjadi negara Timor Leste pada tahun 2002.
Populasi
Jumlah penduduk di provinsi ini adalah 4.448.873 jiwa dimana penduduk laki-laki sebanyak 2.213.608 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 2.235.265 jiwa (2007). [4] Sebagian besar penduduk beragama Kristen dengan persentase ± 89% (mayoritas Katolik), ± 9% Muslim, ± 0,2% Hindu atau Buddha dan ± 3% untuk lainnya. Nusa Tenggara Timur menjadi tempat perlindungan untuk kalangan Kristen di Indonesia yang menjauhkan diri dari konflik agama di Maluku dan Irian Jaya.
Tingkat pendaftaran sekolah menengah adalah 39% yang jauh dibawah rata-rata Indonesia, yaitu 80.49% tahun 2003/04 (menurut UNESCO). Minuman berupa air bersih, sanitasi dan kurangnya sarana kesehatan menyebabkan terjadinya kekurangan gizi anak (32%) dan kematian bayi (71 per 1000) juga lebih besar dari kebanyakan provinsi Indonesia lainnya.
Sejarah
Menurut cerita rakyat Sumba, pasola berawal dari seorang janda cantik bernama Rabu Kaba di Kampung Waiwuang. Rabu Kaba mempunyai seorang suami yang bernama Umbu Dulla, salah satu pemimpin di kampung Waiwuang. Selain Umbu Dulla, ada dua orang pemimpin lainnya yang bernama Ngongo Tau Masusu dan Yagi Waikareri. Suatu saat, ketiga pemimpin ini memberitahu warga Waiwuang bahwa mereka akan melaut.Tapi, mereka pergi ke selatan pantai Sumba Timur untuk mengambil padi.
Warga menanti tiga orang pemimpin tersebut dalam waktu yang lama, namun mereka belum pulang juga ke kampungnya.Warga menyangka ketiga pemimpin mereka telah meninggal dunia, sehingga warga pun mengadakan perkabungan. Dalam kedukaan itu, janda cantik dari almarhum Umbu Dula, Rabu Kaba terjerat asmara dengan Teda Gaiparona yang berasal dari Kampung Kodi.Namun keluarga dari Rabu Kaba dan Teda Gaiparona tidak menyetujui perkawinan mereka, sehingga mereka mengadakan kawin lari. Teda Gaiparona membawa janda tersebut ke kampung halamannya. Beberapa waktu berselang, ketiga pemimpin warga Waiwuang (Ngongo Tau Masusu, Yagi Waikareri dan Umbu Dula) yang sebelumnya telah dianggap meninggal, muncul kembali di kampung halamannya. Umbu Dula mencari isterinya yang telah dibawa oleh Teda Gaiparono. Walaupun berhasil ditemukan warga Waiwuang, Rabu Kaba yang telah memendam asmara dengan Teda Gaiparona tidak ingin kembali. Kemudian Rabu Kaba meminta pertanggungjawaban Teda Gaiparona untuk mengganti belis yang diterima dari keluarga Umbu Dulla.
Belis merupakan banyaknya nilai penghargaan pihak pengambil isteri kepada calon isterinya, seperti pemberian kuda, sapi,kerbau, dan barang-barang berharga lainnya.Teda Gaiparona lalu menyanggupinya dan membayar belis pengganti. Setelah seluruh belis dilunasi diadakanlah upacara perkawinan pasangan Rabu Kaba dengan Teda Gaiparona. Pada akhir pesta pernikahan, keluarga Umbu Dulla berpesan kepada warga Waiwuang agar mengadakan pesta nyale dalam wujud pasola untuk melupakan kesedihan mereka karena kehilangan janda cantik, Rabu Kaba.
Proses upacara
Tradisi nyale merupakan puncak dari segala kegiatan untuk memulai pasola.
Pasola diawali dengan pelaksanaan adat nyale. Adat nyale adalah salah satu upacara rasa syukur atas anugerah yang didapatkan, yang ditandai dengan datangnya musim panen dan cacing laut yang melimpah di pinggir pantai. Adat tersebut dilaksanakan pada waktu bulan purnama dan cacing-cacing laut (dalam bahasa setempat disebut nyale) keluar di tepi pantai. Para Rato (pemuka suku) akan memprediksi saat nyale keluar pada pagi hari, setelah hari mulai terang. Setelah nyale pertama didapat oleh Rato, nyale dibawa ke majelis para Rato untuk dibuktikan kebenarannya dan diteliti bentuk serta warnanya.Bila nyale tersebut gemuk, sehat, dan berwarna-warni, pertanda tahun tersebut akan mendapatkan kebaikan dan panen yang berhasil.
Sebaliknya, bila nyale kurus dan rapuh, akan didapatkan malapetaka. Setelah itu penangkapan nyale baru boleh dilakukan oleh masyarakat.Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat dilaksanakan. Pasola dilaksanakan di bentangan padang luas, disaksikan oleh segenap warga dari kedua kelompok yang bertanding, masyarakat umum, dan wisatawan asing maupun lokal. Setiap kelompok terdiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang dibuat dari kayu berujung tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm. Walaupun berujung tumpul, permainan ini dapat memakan korban jiwa. Kalau ada korban dalam pasola, menurut kepercayaan Marapu, korban tersebut mendapat hukuman dari para dewa karena telah telah melakukan suatu pelanggaran atau kesalahan. Dalam permainan pasola, penonton dapat melihat secara langsung dua kelompok ksatria sumba yang sedang berhadap-hadapan, kemudian memacu kuda secara lincah sambil melesetkan lembing ke arah lawan.
Selain itu, para peserta pasola ini juga sangat tangkas menghindari terjangan tongkat yang dilempar oleh lawan.Derap kaki kuda yang menggemuruh di tanah lapang, suara ringkikan kuda, dan teriakan garang penunggangnya menjadi musik alami yang mengiringi permainan ini.Pekikan para penonton perempuan yang menyemangati para peserta pasola, menambah suasana menjadi tegang dan menantang.Pada saat pelaksanaan pasola, darah yang tercucur dianggap berkhasiat untuk kesuburan tanah dan kesuksesan panen.Apabila terjadi kematian dalam permainan pasola, maka hal itu menandakan sebelumnya telah terjadi pelanggaran norma adat yang dilakukan oleh warga pada tempat pelaksanaan pasola.
Manfaat
Pasola tidak sekadar menjadi bentuk keramaian, tetapi menjadi salah satu bentuk pengabdian dan aklamasi ketaatan kepada sang leluhur.Pasola merupakan kultur religius yang mengungkapkan inti religiositas agama Marapu.Pasola menjadi perekat jalinan persaudaraan antara dua kelompok yang turut dalam pasola dan bagi masyarakat umum.Pasola menggambarkan rasa syukur dan ekspresi kegembiraan masyarakat setempat, karena hasil panen yang melimpah. Pasola dapat dijadikan tonggak kemajuan pariwisata Sumba, karena atraksi budaya ini sudah diketahui banyak wisatawan mancanegara. Hal ini terlihat dalam setiap acara pasola selalu ada turis asing yang datang.Warisan budaya ini merupakan aset untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.
Seni dan Budaya Nusa Tenggara Timur :
Lagu daerah yang berasal dari propinsi NTT : Anak Kambing Saya, Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha, Desaku, Flobamora, Potong Bebek Angsa
Alat Musik Tradisional Nusa Tenggara Timur :
Sasando, Gong, Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio merupakan nama-nama alat musik yang berasal dari NTT. Salah satu alat musik yang banyak di kenal masyarakat umum di Indonesia tentang alat musik yang ada di Nusa Tenggara adalah Sasando. Alat musik ini adalah sebuah alat instrumen petik musik. Asal dari Instrumen musik dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
Upacara Adat Di Nusa Tenggara Timur :
Upacara Adat Reba dari NTT ini merupakan upacara adat yang bertujuan untuk memberikan penghormatan dan juga ucapan rasa terima kasih kepada jasa para leluhur. Upacara ini biasanya selalu diadakan setiap tahun baru tepatnya di bulan Januari atau Februari dengan hidangan utama berupa ubi.
Selama upacara adat Reba juga di iringi dengan tarian dengan penari menggenggam pedang panjang (sau) dan tongkat warna-warni yang di bagian ujungnya dihiasi bulu kambing warna putih (tuba). Upacara adat tradisional Reba ini biasanya diselenggarakan selama tiga sampai empat hari.Tentu masih banyak lagi seni dan budaya dari Nusa Tenggara Timur yang harus di lestarikan dan bisa untuk memajukan wisata indonesia.
Kain tenun atau tekstil tradisional dari Nusa Tenggara Timur secara adat dan budaya memiliki banyak fungsi seperti :
- Sebagai busana sehari-hari untuk melindungi dan menutupi tubuh.
- Sebagai busana yang dipakai dalam tari-tarian pada pesta/upacara adat.
- Sebagai alat penghargaan dan pemberian perkawinan (mas kawin)
- Sebagai alat penghargaan dan pemberian dalam acara kematian.
- Fungsi hukum adat sbg denda adat utk mengembalikan keseimbangan sosial yang terganggu.
- Dari segi ekonomi sebagai alat tukar.
- Sebagai prestise dalam strata sosial masyarakat.
- Sebagai mitos, lambang suku yang diagungkan karena menurut corak/ desain tertentu akan melindungi mereka dari gangguan alam, bencana, roh jahat dan lain-lain.
- Sebagai alat penghargaan kepada tamu yang datang (natoni)
Dalam masyarakat tradisional Nusa Tenggara Timur tenunan sebagai harta milik keluarga yang bernilai tinggi karena kerajinan tangan ini sulit dibuat oleh karena dalam proses pembuatannya/ penuangan motif tenunan hanya berdasarkan imajinasi penenun sehingga dari segi ekonomi memiliki harga yang cukup mahal. Tenunan sangat bernilai dipandang dari nilai simbolis yang terkandung didalamnya, termasuk arti dari ragam hias yang ada karena ragam hias tertentu yang terdapat pada tenunan memiliki nilai spiritual dan mistik menurut adat.
Pada mulanya tenunan dibuat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebagai busana penutup dan pelindung tubuh, kemudian berkembang untuk kebutuhan adat (pesta, upacara, tarian, perkawinan, kematian dll), hingga sekarang merupakan bahan busana resmi dan modern yang didesain sesuai perkembangan mode, juga untuk memenuhi permintaan/ kebutuhan konsumen.
Dalam perkembangannya, kerajinan tenun merupakan salah satu sumber pendapatan (UP2K) masyarakat Nusa Tenggara Timur terutama masyarakat di pedesaan. Pada umumnya wanita di pedesaan menggunakan waktu luangnya untuk menenun dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarganya dan kebutuhan busananya.
Jika dilihat dari proses produksi atau cara mengerjakannya maka tenunan yang ada di Nusa Tenggara Timur dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni :
- Tenun Ikat ; disebut tenun ikat karena pembentukan motifnya melalui proses pengikatan benang. Berbeda dengan daerah lain di Indonesia, untuk menghasilkan motif pada kain maka benang pakannya yang diikat, sedangkan tenun ikat di Nusa Tenggara Timur, untuk menghasilkan motif maka benang yang diikat adalah benang Lungsi.
- Tenun Buna ; istilah daerah setempat (Timor Tengah Utara) "tenunan buna" yang maksudnya menenun untuk membuat corak atau ragam hias/motif pada kain mempergunakan benang yang terlebih dahulu telah diwarnai.
- Tenun Lotis/ Sotis atau Songket ; Disebut juga tenun Sotis atau tenun Songket, dimana proses pembuatannya mirip dengan pembuatan tenun Buna yaitu mempergunakan benang-benang yang telah diwarnai.
Dilihat dari kegunaannya, produk tenunan di Nusa Tenggara Timur terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu : sarung, selimut dan selendang dengan warna dasar tenunan pada umumnya warna-warna dasar gelap, seperti warna hitam, coklat, merah hati dan biru tua. Hal ini disebabkan karena masyarakat/ pengrajin dahulu selalu memakai zat warna nabati seperti tauk, mengkudu, kunyit dan tanaman lainnya dalam proses pewarnaan benang, dan warna-warna motif dominan warna putih, kuning langsat, merah mereon.
Untuk pencelupan/ pewarnaan benang, pengrajin tenun di Nusa Tenggara Timur telah menggunakan zat warna kimia yang mempunyai keunggulan sepeti : proses pengerjaannya cepat, tahan luntur, tahan sinar, dan tahan gosok, serta mempunyai warna yang banyak variasinya. Zat warna yang dipakai tersebut antara lain : naphtol, direck, belerang dan zat warna reaktif.
Namun demikian sebagian kecil pengrajin masih tetap mempergunakan zat warna nabati dalam proses pewarnaan benang sebagai konsumsi adat dan untuk ketahanan kolektif, minyak dengan zat lilin dan lain-lain untuk mendapatkan kwalitas pewarnaan dan penghematan obat zat pewarna.
Dari ketiga jenis tenunan tersebut diatas maka penyebarannya dapat dilihat sebagai berikut :
- Tenun Ikat ; penyebarannya hampir merata disemua Kabupaten di Nusa Tenggara Timur kecuali Kabupaten Manggarai dan sebagian Kabupaten Ngada.
- Tenun Buna ; Penyebarannya di Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Belu dan yang paling banyak adalah di Kabupaten Timor Tengah Utara.
- Tenun Lotis/ Sotis atau Songket ; terdapat di Kabupaten/ Kota Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu, Alor, Flores Timur, Lembata, Sikka, Ngada, Manggarai, Sumba Timur dan Sumba Barat.
ALAT MUSIK SASANDO
anjungan di TMII